BIROKRASI

Open Bidding Sekda 2025 Kuningan: Seleksi Terbuka Atau Sandiwara Politik??

Kuningan – //DJALAPAKSINEWS// – (17/08/2025), Hasil Open Bidding (OB) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan Tahun 2024 resmi dibatalkan. Keputusan ini langsung memicu perbincangan hangat, baik di kalangan publik maupun lingkaran birokrasi. Proses panjang yang sejak awal digadang-gadang sebagai wujud meritokrasi, justru berakhir di tengah jalan.

Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, memastikan bahwa pengajuan OB Sekda baru tahun 2025 sudah mendapatkan persetujuan resmi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI. “Sudah disetujui (Kemendagri, red),” ungkapnya saat dikonfirmasi wartawan, Jumat kemarin.

Namun, keputusan pembatalan hasil sebelumnya menimbulkan tanda tanya besar. Publik mempertanyakan, mengapa hasil OB Sekda 2024 yang sah dan sesuai prosedur harus dibatalkan begitu saja? Apalagi, tiga nama yang sudah masuk ke tahap akhir masih diperbolehkan ikut lagi dalam seleksi.

Justru di situlah publik mulai menduga adanya permainan. Jika hasil sah bisa dibatalkan, apa jaminannya bahwa OB Sekda 2025 tidak akan bernasib sama? Pertanyaan inilah yang membuat kepercayaan publik semakin goyah terhadap sistem seleksi terbuka.

Analogi “Suami Istri” dan Sinyal Sekda Idaman

Dalam penjelasannya, Bupati Dian melontarkan analogi yang memicu tafsir luas. Ia menyebut, “Sekda bagi Bupati itu seperti suami istri. Di lingkup ASN, sekda panglima. Harus solid dengan bupati, wakil bupati, dan seluruh ASN.” Ucapan ini dinilai lebih emosional ketimbang rasional.

Sejumlah pihak menilai pernyataan tersebut sebagai upaya menekankan pentingnya kekompakan antara kepala daerah dan sekda. Namun di sisi lain, tafsir yang berkembang justru mengarah pada dugaan bahwa Bupati tidak sekadar membutuhkan sosok profesional, melainkan figur yang benar-benar “sehati” dengannya.

Analogi “suami istri” dinilai mengaburkan esensi jabatan sekda yang seharusnya berdiri di atas aturan dan regulasi. Relasi kerja antara bupati dan sekda mestinya berbasis profesionalitas, bukan chemistry personal yang subjektif.

Publik kemudian menafsirkan, bisa jadi OB Sekda 2025 bukan sekadar ajang kompetisi, melainkan panggung legalisasi untuk meloloskan figur yang sesuai dengan selera Bupati. Figur yang bukan hanya cakap secara birokrasi, tetapi juga loyal secara politik.

Hal inilah yang memunculkan dugaan adanya “sekda idaman” yang sejak awal sudah dipersiapkan. OB hanya dipakai sebagai pintu resmi untuk menempatkan figur tersebut di kursi sekda definitif.

OB Sekda 2025, Jalan Formalitas Menuju Pemenang yang Sudah Disiapkan?

Jika benar OB Sekda 2024 dibatalkan karena tiga nama tidak sesuai ekspektasi, maka muncul kesan kuat bahwa OB Sekda 2025 hanya formalitas. Artinya, pemenang sejatinya sudah ada sejak awal, tinggal menunggu pengesahan lewat mekanisme seleksi terbuka.

Publik mengingatkan bahwa fenomena semacam ini bukan hal baru di birokrasi. Posisi sekda kerap dijadikan rebutan politik karena perannya sangat strategis. Ia bukan hanya panglima ASN, tetapi juga perpanjangan tangan kebijakan kepala daerah.

Dalam banyak kasus di daerah lain, OB Sekda kerap berujung pada munculnya nama yang memang sudah dipersiapkan sejak awal. Seleksi panjang hanya menjadi formalitas yang menghabiskan energi dan anggaran, sementara hasilnya sudah bisa ditebak.

Di Kuningan, dugaan itu semakin kuat setelah Bupati sendiri menyinggung perlunya figur sekda yang solid layaknya pasangan hidup. Pernyataan tersebut dibaca publik sebagai sinyal bahwa hasil OB Seksa 2024 memang sengaja dipatahkan untuk memberi jalan kepada figur yang dianggap lebih pas.

Dengan kata lain, OB Seksa 2025 diduga tidak lebih dari sekadar panggung untuk mengesahkan kemenangan “sekda idaman” yang sudah dikunci sebelum proses dimulai.

Politik Menelikung Meritokrasi

Open bidding sejatinya lahir dari semangat reformasi birokrasi. Mekanisme ini dirancang agar jabatan strategis, termasuk sekda, diisi oleh pejabat yang kompeten dan berintegritas. Tujuannya jelas yakni mengurangi praktik like and dislike dalam pengisian jabatan.

Namun dalam praktik, politik kerap menelikung meritokrasi. Di banyak daerah, OB tidak lebih dari formalitas administratif. Hasil akhirnya ditentukan oleh kepentingan politik, bukan murni berdasarkan kinerja dan kompetensi.

Pembatalan OB Sekda 2024 di Kuningan menambah daftar panjang keraguan publik terhadap efektivitas sistem ini. Jika hasil sah bisa dihapus begitu saja, maka prinsip meritokrasi kehilangan makna.

Dengan retorika “suami istri”, publik makin yakin bahwa Bupati tidak akan sembarangan menerima hasil seleksi. Figur yang diinginkan haruslah bukan hanya cakap, melainkan juga loyal secara pribadi dan politik.

Risikonya jelas yakni birokrasi kehilangan netralitas. ASN yang seharusnya menjadi mesin administrasi rasional, berpotensi berubah menjadi alat politik yang tunduk pada kepentingan segelintir orang.

Pertanyaan Menggantung: OB atau Formalitas?

Kini masyarakat berhak bertanya, untuk apa menggelar open bidding jika hasil akhirnya bisa dipatahkan begitu saja? Apa gunanya meritokrasi jika pemenangnya sudah disiapkan sejak awal?

Selama menunggu proses OB Sekda 2025, jabatan sekda tetap dijabat oleh Penjabat (Pj) Sekda. Kondisi ini membuat birokrasi berada dalam ketidakpastian, sekaligus menorehkan catatan bahwa Kuningan menjadi daerah dengan masa Pj Sekda terlama.

Situasi ini tentu tidak sehat bagi tata kelola pemerintahan. Pj Sekda, sejatinya, tidak memiliki legitimasi sekuat pejabat definitif. Kewenangan terbatas bisa menghambat laju administrasi dan kinerja birokrasi.

Lebih dari itu, publik cemas jika OB Sekda 2025 hanya sekadar formalitas. Jika benar sudah ada “sekda idaman” yang disiapkan, maka seluruh proses hanyalah sandiwara birokrasi yang merusak kepercayaan masyarakat.

Kini bola ada di tangan Bupati. Apakah ia akan membuktikan bahwa OB Sekda 2025 benar-benar seleksi terbuka yang sehat, atau justru menguatkan kesan bahwa sekda definitif diduga hanyalah hasil kompromi politik untuk memenuhi selera penguasa?

Ditulis oleh: Redaksi

Tulisan ini merupakan respon redaksi atas polemik pembatalan OB Sekda Kuningan 2024 dan dugaan publik bahwa seleksi ulang 2025 diduga hanyalah formalitas untuk meloloskan “sekda idaman” Bupati.//Cep//

Ari

Recent Posts

Pemdes Solokanjeruk Jaga Aset Desa, Amankan Tanah Carik untuk Generasi Mendatang

Bandung - //DJALAPASINEWS// – Tanah carik merupakan aset desa yang tidak boleh diperjualbelikan dan wajib dikelola…

15 jam ago

Haornas 2025, Pemkot Tegal Beri Reward untuk Atlet dan Pelatih Berprestasi

Kota Tegal - //DJALAPAKSINEWS// – Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal memberikan penghargaaan kepada pelatih dan atlet…

15 jam ago

Sampah Sembarangan Masih Merajalela di Citeureup, Dinas LH Kurang Tanggap

Bandung - //DJALAPAKSINEWS – (09/09/2025), Desa Citeureup, khususnya di wilayah RW 05 Lamajang Peuntas dan…

1 hari ago

Bupati Indramayu Usung Visi “REANG” Gaungkan Bangun Indramayu Untuk Indonesia Maju

Indramayu - //DJALAPAKSINEWS// – (09/09/2025), Delapan puluh tahun (80) Indonesia merdeka adalah perjalanan panjang yang…

1 hari ago

Nasrudin Azis Mantan Wali Kota Cirebon, Resmi ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi

Cirebon - //DJALAPAKSINEWS// – (09/09/2025), Mantan Wali Kota Cirebon, Nasrudin Azis, resmi ditetapkan sebagai tersangka…

1 hari ago

Apel Peringatan Haornas ke-42 Dihadiri Kajari Kabupaten Semarang

Semarang – //DJALAPAKSINEWS// -- Pemerintah Kabupaten Semarang menyelenggarakan Apel Peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) ke-42…

1 hari ago