Jejak Kesederhanaan Menu Sehat di Tengah Gaya Hidup Instan dengan Aneka Kukusan

Semarang – //DJALAPAKSINEWS// — (14/12/2025), Perubahan gaya hidup masyarakat modern membawa konsekuensi yang tidak selalu sejalan dengan kesehatan. Makanan instan dan cepat saji kini begitu mudah dijumpai dan kerap menjadi pilihan utama karena praktis, murah waktu, dan mudah diolah. Namun di balik kepraktisan tersebut, tersimpan risiko kesehatan yang pelan-pelan mulai disadari oleh banyak orang.

Di tengah arus makanan instan dan kebiasaan konsumsi nasi yang hampir tak tergantikan, sebagian masyarakat mulai mencari alternatif yang lebih sederhana, alami, dan ramah bagi tubuh. Makanan rebusan dan kukusan berbahan dasar umbi-umbian, jagung, hingga kedelai pun kembali menemukan tempatnya. Tanpa minyak, tanpa bahan tambahan, dan diolah dengan cara yang nyaris sama seperti yang dilakukan generasi terdahulu.

Suasana itu terlihat jelas di depan SDN 02 Bangetayu Wetan, di jalan Bayu Prasetya Raya Perum Korpri Bayu Prasetya Kel. Bangetayu Wetan Kec. Genuk, Kota  Semarang. Sebuah stand sederhana berdiri setiap pagi, menyajikan aneka kukusan seperti jagung rebus, kedelai, ubi jalar, serta beberapa jenis umbi lainnya. Dengan harga yang sangat terjangkau, Rp. 2.000 per potong dan Rp. 5000 per 3 potong, makanan ini menjadi pilihan banyak warga untuk sarapan ringan maupun camilan sehat.

Stand tersebut mulai buka sejak pukul 06.00 WIB dan biasanya tutup sekitar pukul 12.00 WIB. Meski hanya berjualan setengah hari, antusiasme masyarakat terbilang tinggi. Sejak pagi, pembeli datang silih berganti—mulai dari orang tua murid, pekerja yang melintas, hingga warga sekitar yang sengaja mampir.

Bukan sekadar membeli makanan, sebagian pembeli juga menjadikan stand ini sebagai tempat singgah sejenak, berbincang ringan, sambil menikmati rasa sederhana yang mengingatkan pada masa lalu. Aroma jagung rebus dan ubi kukus seolah menjadi pengikat nostalgia, menghadirkan kembali kebiasaan makan sehat yang dulu lazim di rumah-rumah.

Pak Sur, penjual aneka kukusan tersebut, mengaku keputusannya berjualan berangkat dari pengamatan sederhana terhadap lingkungan sekitar. Ia melihat semakin banyak orang yang mulai mengurangi konsumsi nasi dan gorengan, namun kesulitan menemukan makanan pengganti yang sehat dan terjangkau.

“Melihat ada beberapa orang yang mengurangi makan nasi, sementara di sekitar sini belum ada yang menjual makanan rebusan seperti ini. Akhirnya kami buka di sini. Alhamdulillah, respons dari pembeli ternyata sangat bagus,” tutur Pak Sur dengan nada syukur.

Baginya, berjualan aneka kukusan bukan sekadar mencari penghasilan, tetapi juga menghadirkan pilihan makanan yang lebih baik bagi masyarakat. Tanpa disadari, langkah kecil ini ikut mendorong perubahan pola konsumsi, dari yang serba instan menuju makanan yang lebih alami.

Kehadiran stand aneka kukusan di depan sekolah dasar ini menjadi bukti bahwa kesederhanaan masih memiliki nilai di tengah kehidupan modern. Saat banyak orang berburu makanan cepat saji, ada pula yang kembali pada rebusan hangat yang menyehatkan. Di sanalah, makanan tradisional bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang kesadaran, kebersahajaan, dan kepedulian terhadap tubuh sendiri.//Bang_Ali//.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Contoh Menu Header Tetap